Pelapisan Sosial dan Kesamaan
Derajat
Pelapisan sosial
Pelapisan sosial
atau stratifikasi sosial (social stratification) adalah pembedaan atau
pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat).
Definisi
sistematik antara lain dikemukakan oleh Pitirim A Sorokin bahwa pelapisan
sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara
bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya lapisan-lapisan di dalam
masyarakat, ada lapisan yang tinggi dan ada lapisan-lapisan di bawahnya. Setiap
lapisan tersebut disebut strata social. P.J. Bouman menggunakan istilah
tingkatan atau dalam bahasa belanda disebut stand, yaitu golongan
manusia yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak
istimewa tertentu dan menurut gengsi kemasyarakatan. Istilah stand juga
dipakai oleh Max Weber. (http://id.wikipedia.org/wiki/Stratifikasi_sosial).
Terjadinya Pelapisan Sosial
Masyarakat dalam arti luas adalah keseluruhan
hubungan dalam hidup bersama dan tidak dibatasi oleh lingkungan, bangsa dan
sebagainya. Sedangkan dalam arti sempit, masyarakat adalah sekelompok manusia
yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu, misalnya teritorial, bangsa, golongan
dan lain sebagainya
Perbedaan status sosial di masyarakat tentunya akan diikuti pula oleh perbedaan peran yang dimiliki sesuai dengan status sosial yang melekat pada diri seseorang. Pembedaan-pembedaan inilah yang menimbulkan setiap individu dalam suatu masyarakat menimbulkan adanya pelapisan sosial atau yang lebih dikenal dengan stratifikasi sosial. Stratifikasi sosial pada kenyataannya adalah seperangkat kerangka konseptual bagaimana memahami dan mendefinisikannya sebagai satu aspek dari organisasi sosial.
Perbedaan status sosial di masyarakat tentunya akan diikuti pula oleh perbedaan peran yang dimiliki sesuai dengan status sosial yang melekat pada diri seseorang. Pembedaan-pembedaan inilah yang menimbulkan setiap individu dalam suatu masyarakat menimbulkan adanya pelapisan sosial atau yang lebih dikenal dengan stratifikasi sosial. Stratifikasi sosial pada kenyataannya adalah seperangkat kerangka konseptual bagaimana memahami dan mendefinisikannya sebagai satu aspek dari organisasi sosial.
Stratifikasi sosial menunjukkan adanya suatu
ketidakseimbangan yang sistematis dari kesejahteraan, kekuasaan dan prestise
(gengsi) yang merupakan akibat dari adanya posisi sosial (rangking sosial)
seseorang di masyarakat. Sedangkan ketidakseimbangan dapat didefinisikan
sebagai perbedaan derajat dalam kesejahteraan, kekuasaan dan hal-hal lain yang
terdapat dalam masyarakat. Dalam stratifikasi sosial, ketidakseimbangan
dikatakan sistematis untuk menggarisbawahi bahwa ketidakseimbangan dibangun di
dalam struktur sosial dan bukan merupakan akibat perbedaan individu atau
kesempatan yang didapatkan oleh masing-masing individu. Pada kenyataannya,
salah satu pengertian dari sosiologi, bahwa stratifikasi menjadi bagian besar
dari masyawakat dan bukan sekedar keberuntungan atau usaha personal. Semua
masyarakat di dunia modern dipandang sebagai masyarakat yang berlapis
berdasarkan kesejahteraan, kekuasaan dan prestise, dan juga berdasarkan atas
hal lain seperti gender, ras dan etnis.
Setiap
masyarakat dimana pun adanya berada dalam suatu lingkup geografi dan budaya
tertentu pada dasarnya memiliki struktur sosial yang berbeda satu sama lainnya.
Dalam masyarakat pasti memiliki stratifikasi atau pelapisan sosial, tidak
peduli masyarakat tersebut dikelompokkan ke dalam masyarakat tradisonal ataupun
modern. Hanya saja untuk melihat fenomena ini memerlukan kejeliaan. Pada
dasarnya pelapisan sosial sebagai suatu ciri dari masyarakat (kehidupan
manusia) baik masyarakat tradisional atau modern. Keadaan ini membutuhkan
adanya identitas setiap lapisan masyarakat yang dapat dijadikan simbol bagi
status sosial seseorang yang dapat memberikan sejumlah hak dan kewajiban dalam
kehidupan.
Pelapisan sosial
yang ada dalam masyarakat di samping memberikan status sosial seseorang, entah
status sosial tersebut naik (mobilitas sosial vertikal naik) ataupun turun
(mobilitas sosial vertikal turun) atau hanya mengalami pergeseran status
(mobilitas sosial horizontal), semuanya tersebut juga memiliki peran yang tidak
dapat dipisahkan dari status sosial yang melekat pada status yang baru
tersebut. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Weber, bahwa status sosial seseorang terkait dengan kehormatan
yang melekat dalam status tersebut. Kehormatan mungkin dapat dihubungkan ke
dalam masyarakat yang serba pluralitas yang akan mengacu terhadap adanya
pembedaan status sosial seseorang dalam masyarakat.
Sistem Pelapisan dalam Masyarakat
Sistem
Kasta
Sistem kasta memilki karakteristik sistem kelas
yang horizontal (strata) yang merefresentasikan area-area fungsional yang
terdapat dalam masyarakat. Area-area tersebut meliputi religi (agama),
pendidikan, pemerintahan dan bisnis. Masing-masing area kemudian disusun
berdasarkan atas tingkat kepentingan fungsional dalam masyarakatnya. Penentuan
urutan tersebut terkadang merupakan hasil dari perjuangan kelompok tertentu
yang ada dalam masyarakat dan terkadang merupakan hasil penaklukan dari
kelompok yang berada di luar masyarakat. Dalam kedua kasus tersebut, sistem
distabilkan melalui nilai-nilai dalam masyarakat. Konsep kasta merupakan gejala
khas masyarakat feodal, sedangkan kelas tersebut adalah gejala masyarakat
pasca-feodal (postkolonial). Sebagai daerah bekas pendudukan Hindu yang
bersifat feodalisme, Indonesia masih memiliki ciri dan karakteristik masyarakat
yang berbentuk kasta.
Sistem kasta yang masih kental di dunia dapat kita
lihat masih ada dalam sistem kemasyarakatan, khususnya di India. Sistem kasta
Hindu merupakan bentuk rumit dan kaku dari stratifikasi sosial di dunia ini.
Sistem ini kemungkinan juga merupakan fenomena sosial yang paling sedikit
dimengerti dalam ilmu sosial. Kasta disini seringkali mirip dengan “klan” jenis
kolektif yan lebih lama yang mengasumsikan sebuah fungsi dari asosiasi. Di
India, sebenarnya ada lima kasta (satu kelompok sering kali disebut sebagai
kelompok yang tidak memiliki kasta) yang berkembang, namun seiring dengan
adanya doktrin tradisional yang sering disebut dengan kasta hanya empat yakni
Kasta Brahmana (Pendeta), Ksatrya (keluarga raja dan pemimpin kerajaan), Waisya
terdiri dari golongan pedagang dan Kasta Sudra yakni para petani, sedangkan
Kasta yang tidak memiliki “Kasta” dinamakan dengan sebutan Hariyan. Kasta Sudra
memiliki tempat rendah dan dianggap sebagai kasta yang kotor oleh golongan kasta
yang ada diatasnya. Dalam Weda, konsep sebenarnya tidak ada, ini hanya
merupakan sebuah akal-akalan atau siasat dari kaum Brahmana (kaum terpelajar
dan hanya yang diijinkan waktu itu untuk membaca kitab suci atau mendapatkan
pendidikan) untuk mempresentasikan dirinya sebagai kasta tertinggi, sedangkan
sisanya memiliki kasta yang lebih atau agak dekat dengannya.
Sistem
Estate
Bentuk kedua dari stratifikasi sosial adalah
sistem estate yang pada dasarnya juga berdasarkan pada sistem kelas tertutup,
tetapi lebih longgar bila dibandingkan dengan sistem kasta. Sistem estate
mencapai masa kejayaannya pada masa feodalisme di eropa dan masih digunakan
oleh beberapa negara yang tetap mempertahnkan sistem aristokrasi atau
kepemilikan tanah secara turun temurun (feodalis Eropa). Istilah ”estate”
berasal dari terminologi feodal Eropa.
Seperti
sistem kasta, sistem estate didasarkan pada urutan posisi berdasarkan atas
stratifikasi fungsional. Bedanya adalah area-area fungsional tersebut dianggap
sebagai pelengkap dan sama pentingnya. Dengan kata lain, area militer, religius
(agama), pemerintah dan ekonomi dianggap sama pentingnya dalam masyarakat. Oleh
karenanya area-area fungsional tersebut dianggap sebagai urutan vertikal dari
kekuasaan bukan sebagai sebagai urutan horizontal.
Sistem
Kelas
Aristotle
menggambarkan bahwa didunia ini ada tiga kelas utama yang menyusun kehidupan
dan akan selalu tergambar dalam setiap masyarakatnya, pengkategorian kelas
menurut Aristoteles ini berdasarkan atas status sosial yang mereka peroleh dari
ukuran ekonomi yaitu seberapa besar kekayaan yang dipunyainya. Ketiga kelas tersebut adalah kelas atas (kelas
kaya), kelas bawah (kelas miskin) dan kelas yang ketiga, yang berada diantara
kelas kaya dan kelas miskin tersebut yakni kelas menengah. Kelas menengah
merupakan kelas yang selama ini membuat kestabilan dalam masyarakat. Kelas
menengah ini memiliki posisi penting dalam rangka menjaga kestabilan
masyarakat.
Istilah kelas pertama kali muncul dan
diperkenalkan oleh bangsa Romawi dan sepanjang sejarahnya kelas tersebut selalu
mengalami pergeseran arti . Awal mulanya digunakan untuk istilah dalam
pembayaran pajak, yang terbagi ke dalam dua kelas, yakni kelas assidui atau
golongan kaya dan plotariat atau golongan miskin. Pergeseran selanjutnya adalah
istilah yang dipergunakan oleh Marx, khususnya dalam bidang ekonomi yakni untuk
menentukan kesenjangan sosial.
Menurut Elster, teori Marx tentang kelas mulai
dengan seperangkat kepentingan tertentu yang didefinisikan secara obyektif yang
muncul dari hubungan-hubungan penindasan serta dominasi oleh kelompok elite
terhadap aset produksi. Obyektifitas manusia mencul akibat adanya pemikiran
bahwa orang senantiasa memiliki kepentingan agar tidak menjadi kelompok atau
individu yang didominasi oleh kelompok atau individu lain. Peningkatan
kepentingan tersebut hanya dapat diraih secara kolektif, atau dalam artian
membentuk suatu kelompok yang memiliki karakteristik yang sama atau kepentingan
yang sama. Teori ini juga mengkaji tentang kenapa kepentingan obyektif muncul
sebagai kepentingan subyektif yang tidak dirasakan oleh sebagian kelompok
orang. Teori ini juga mengkaji tentang perjuangan kelas dari masyarakat.
Pasal-Pasal di dalam UUD45 Tentang Persamaan Hak
Hak asasi manusia diatur dalam undang – undang
sebagai berikut :
- Pasal 28 ayat A – J yang mengatur tentang segala bentuk Hak asasi Manusia.
4 pokok hak asasi dalam 4 pasal yang
tercantum pada UUD 45 :
1.
Setiap
orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang
adil serta perlakuan yang sama di hadapan hokum.
2.
Setiap
orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
3.
Setiap
orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
4.
Setiap
orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh
diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.
Elite dan Massa
Dalam masyarakat tertentu ada
sebagian penduduk ikut terlibat dalam kepemimpinan, sebaliknya dalam masyarakat
tertentu penduduk tidak diikut sertakan. Dalam pengertian umum
elite menunjukkan sekelompok orang yang dalam masyarakat menempati
kedudukan tinggi. Dalam arti lebih khusus lagi elite adalah sekelompok orang
terkemuka di bidang-bidang tertentu dan khususnya golongan kecil
yang memegang kekuasaan.
Dalam cara pemakaiannya yang lebih umum elite dimaksudkan : “ posisi di
dalam masyarakat di puncak struktur struktur sosial yang terpenting, yaitu
posisi tinggi di dalam ekonomi, pemerintahan, aparat kemiliteran, politik,
agama, pengajaran, dan pekerjaan-pekerjaan dinas.” Tipe masyarakat dan sifat
kebudayaan sangat menentukan watak elite. Dalam masyarakat industri watak
elitnya berbeda sama sekali dengan elite di dalam masyarakat primitive.
Di dalam suatu pelapisan masyarakat tentu ada sekelompok kecil yang
mempunyai posisi kunci atau mereka yang memiliki pengaruh yang besar dalam
mengambil berbagai kehijaksanaan. Mereka itu mungkin para pejabat tugas, ulama,
guru, petani kaya, pedagang kaya, pensiunan an lainnya lagi. Para pemuka
pendapat (opinion leader) inilah pada umumnya memegang strategi kunci dan
memiliki status tersendiri yang akhirnya merupakan elite masyarakatnya.
Ada dua kecenderungan untuk menetukan elite didalam masyarakat yaitu :
perama menitik beratakan pada fungsi sosial dan yang kedua, pertimbangan-pertimbangan
yang bersifat moral. Kedua kecenderungan ini melahirkan dua macam elite yaitu
elite internal dan elite eksternal, elite internal menyangkut integrasi moral
serta solidaritas sosial yang berhubungan dengan perasaan tertentu pada saat tertentu,
sopan santun dan keadaan jiwa. Sedangkan elite eksternal adalah meliputi
pencapaian tujuan dan adaptasi berhubungan dengan problem-problema yang
memperlihatkan sifat yang keras masyarakat lain atau mas depan yang tak tentu.
( pdf diktat isd)
Pembedaan elite dalam memegang strategi secara
garis besar adalah sebagai berikut :
1.
Elite
politik (elite yang berkuasa dalam mencapai tujuan).
2.
Elite
ekonomi, militer, diplomatik dan cendekiawan (mereka yang berkuasa atau
mempunyai pengaruh dalam bidang itu).
3.
Elite
agama, filsuf, pendidik, dan pemuka masyarakat.
4.
Elite
yang dapat memberikan kebutuhan psikologis, seperti : artis, penulis, tokoh
film, olahragawan dan tokoh hiburan dan sebagainya.
Istilah massa dipergunakan untuk menunjukkan suatu
pengelompokkan kolektif lain yang elementer dan spontan, yang dalam beberapa
hal menyerupai crowd, tapi sayang secara fundamental berbeda dengannya dalam
hal-hal yang lain. Massa diwakili oleh orang-orang yang berperan serta dalam
perilaku massal yang sepertinya mereka yang terbangkitkan minatnya oleh
beberapa peristiwa nasional, mereka yang menyebar di berbagai tempat, mereka
yang tertarik pada suatu peristiwa pembunuhan sebagai berita dalam pers, atau
mereka yang berperan serta dalam suatu migrasi dalam arti luas.
Ciri-ciri massa yaitu keanggotaannya berasal dari
semua lapisan masyarakat atau strata sosial, meliputi orang-orang dari berbagai
posisi kelas yang berbeda, dari jabatan kecakapan, tignkat kemakmuran atau
kebudayaan yang berbeda-beda.
0 komentar:
Posting Komentar